Blogger templates

Senin, 30 Mei 2011

penggunaan tehnik penakaran

BAB I PENDAHULUAN Produksi (tanaman) merupakan tujuan antara dalam menciptakan suatu nilai dalam proses agribisnis. Produksi sering dinyatakan dengan satuan berat per satuan luas lahan (Kg, Kwintal atau ton/ha). Jarang digunakan dengan kg/pohon, karena basis hitungan bisnis dalam modal tanah/lahan yang dinyatakan dalam satuan luas (m2 atau Ha)yang akan dinyatakan dalam satuan nilai Rp/ha. Sementara untuk setiap jenis atau kultivar tanaman memiliki tingkat keragaan tanaman berbeda-beda serta setiap lanskap lahan memiliki heterogenitas besar, oleh karena itu populasi persatuan luas hampir dipastikan akan berbeda untuk jenis atau kultivar tertentu yang menmpati ruang dalam lanskap lahan tersebut. Inilah yang harus hati-hati seorang penilai (appraisal)tanaman dalam menentukan suatu basis produksi dalam mengestimasi unsur-unsur penyusun suatu nilai produksi sebagai basis income (pendapatan). Produktivitas suatu lahan merupakan kemampuan lahan untuk menghasilkan suatu hasil produksi yang dinyatakan dalam berat per satuan luas per satuan waktu (Ton/Ha/tahun). Hal ini penting dicermati karena faktor pembentuk suatu nilai dinyatakan dengan nilai produksi yang disepadankan dalam nilai rupiah. Sementara nilai uang akan dipengaruhi oleh waktu. Oleh karena itu produktivitas suatu lahan yang tinggi apabila nilai produksi yang disetarakan dengan uang dalam jumlah yang tinggi per satuan luas dalam waktu kini(bukan nilai akan datang). Dalam memandingkan produktivitas suatu lahan antar berbagai jenis tanaman yang beragam umur ekonomisnya, maka yang menjadi basis adalah nilai kekinian (present value), sementara present value akan dipengaruhi oleh discount rate. Sehingga nilai kekinian akan dipengaruhi oleh: - Nilai produksi terdiri: berat x harga (rupiah/luas) - Biaya produksi terdiri: investasi dan operasional (rupiah/luas) - Lama produksi (umur ekonomis) tanaman Hal perlu diingat kembali adalah umur ekonomis tanaman dan frekuensi produksi tanaman dalam umur ekonomis tanaman berbeda-beda. Ada tanaman umur ekonomis panjang (tahunan) tetapi frekuensi produksi berulang kali seperti kelapa sawit, teh, kopi, kakao, karet dsb dalam siklus umurnya. Sementara ada jenis tanaman yang lain umur ekonomis pendek (musiman) tetapi frekuensi produksinya hanya satu kali kejadian dalam umur ekonomisnya seperti padi, jagung, cabe, singkong, tebu, tembakau dsb. Penilai harus cermat dan cerdas dalam menggunakan pendekatan perhitungan penilaian yang akan digunakan, sehingga nilai yang dihasilkan benar-benar tepat. BAB II ISI A. GENETIK BAHAN TANAMAN (BIJI/BENIH/BIBIT) Bahan tanaman memiliki karakter fisik dan non fisik (genetik)yang beragam pada berbagai jenis atau kultivar tanaman. Karakter fisik merupakan sifat fisik yang nampak pada suatu biji. Dalam suatu biji akan terkandung sifat genetik yang beragam yang meyangkut potensi produksinya apabila suatu biji nantinyta akan ditanaman di lapangan. Biji dari hasil hibride (persilangan) maka akan terdapat kenampakan fisik yang beragam yaitu ukuran, berat, warna dan bernas. Dalam biji yang beragam fisiknya tersebut akan beragam sifat genetik dari kedua induknya. Jadi keragaman disini dari aspek biji maka dipengaruhi oleh keragaman fisik dan genetik. Keragaman fisik (ukuran biji) akan berpengaruh terhadap stok cadangan makanan untuk aktivitas perkecambahan biji. Cadangan makanan yang cukup akan mensuport optimum bagi perkecambahan generasi tanaman berikutnya dalam perkecambahan biji dan bibit berikutnya. Sifat genetik suatu benih meliputi kemampuan berproduksi, kualitas produksi dan ketahanan/toleran terhadap cekaman lingkungan yaitu hama, penyakit, kekringan, rendaman,pH dan sebagainya. Keragaman genetik tidak dapat dilihat dengan mudah dan nampak secara fisik pada sutu biji hibride. Kesulitan bagi pengguna benih hibride dalam menilai kualitas genetik sering dimanfaatkan bagi oknum produsen benih untuk melakukan hal-hal yang kurang terpuji yaitu benih dengan sifat genetik yang buruk. Sementara untuk mendapatkan benih hibride yang bermutu/unggul tidak mudah karena membutuhkan biaya, waktu, dan keahlian serta keuletan. Sebagai contoh benih kelapa sawit dihasilkan dari induk Dura (ibu) disilangkan dengan induk Pisifera (bapak), sehingga menghasilkan biji (anak/F1) yang memiliki sifat Tenera. Tenera memiliki sifat produksi TBS dan rendemen minyak tinggi, sementara kedua induknya (ibu dan bapak) produksinya rendah. Antar Tenera (F1)apabila disilangkan maka hasil keturunan anaknya (F2) akan beragam yang memiliki karakter/sifat 25 % seperti neneknya (Dura), 50 % seperti Bapak-Ibunya (F1) dan 25 % seperti kakeknya. Apabila biji hasil persilangan F2 ini digunakan sebagai bahan tanaman maka secara otomatis akan turun potensi produksinya di lapangan nantinya. Oleh karena itu pemerintah dalam hal ini mengawasi produsen benih secara bijak dengan mengeluarkan sertifikasi suatu benih pada kultivar tertentu. Dampak dengan adanya pengawasan dan sertifikasi ini terkadang merugikan juga bagi pengguna (end user) yaitu benih menjadi sangat mahal dan pemalsuan benih. B. ENVIRONMENT (LINGKUNGAN) Lingkungan tumbuh tanaman ada dua lokasi atau ruang yaitu di dalam tanah (in site) dan di atas permukaan tanah (on site). Ruang di dalam tanah mensuport untuk terutama perkembangan perakaran tanaman sementara di atas tanah mensuport terutama perkembangan batang, daun, bunga dan biji. Pada tanaman tertentu seperti kacang tanah,singkong, kentang dsb tanah akan mensuport juga terutama perkembangan biji dan umbi. Maka dalam hal ini pengurus lapangan akan mengelola lingkungan yang optimal yang dibutuhkan oleh tanaman, sehingga kondisi lingkungan akan mensuport secara maksimal pertumbuhan tanaman. Unsur-unsur penyusun lingkungan bagi pertumbuhan tanaman dapat di bagi menjadi dua aspek yaitu biotik (bersifat hidup) dan abiotik (bersifat benda mati. Aspek penyusun biotik meliputi: - Tumbuhan lain (gulma) - Binatang (hama) - Mikrobia (penyakit) - Manusia Aspek penyusun abiotik meliputi: - partikel padat/tanah (mineral/unsur-unsur) - Partikel gas (udara) - Partikel gelombang (sinar/cahaya) - Partikel suhu - Senyawa organik - Molekul inorganik C. PENILAIAN TANAMAN (PERKEBUNAN) Perkembangan ilmu, teknologi dan peradaban umat manusia membawa konsekwensi terjadinya arus transaksi ekonomi global yang semakin deras yang pada muaranya untuk meningkatkan kepuasan dan kebahagiaan hidup manusia. Berbagai transaksi tersebut tidak terlepas dari aset atau properti yang mendukung kehidupan manusia berupa aset biologi (tanaman) sebagai sumber kehidupan manusia yang tidak dapat digantikan oleh material lain. Sebelum membahas aset tanaman kami mencoba melihat lebih jauh tentang aset yang berhubungan dengan mahluk hidup. Mahluk hidup yang ada di muka bumi ini terdiri dari manusia (subyek), hewan dan tumbuhan yang ketiganya sering juga disebut mahluk biologis. Mahluk biologis sebagai obyek maka terdiri hewan dan tumbuhan yang memiliki ciri-ciri antara lain: - Tumbuh, berkembang dan mati sesuai waktu - Dapat menghasilkan keturunan (regenerasi) - Dapat bergerak - Sensitif terhadap rangsangan lingkungan - Dan sebagainya Dalam pemetaan bidang kajian untuk mempermudah pemahaman maka kita mengenal sektor: peternakan, perikanan, dan pertanian. Dalam hal ini tanaman masuk dalam sektor pertanian yang meliputi: perkebunan, kehutanan, dan pertanian dalam arti sempit (on farming). Tanaman merupakan bagian dari divisio tumbuhan yang telah dibudidayakan dan dimanfaatkan oleh manusia. Berdasarkan umurnya maka tanaman dapat dikelompokkan sebagai berikut: • Tanaman semusim (2-4 bulan siklus hidupnya) seperti: bawang merah, padi, jagung, cabe, tomat, kedelai, kacang tanah, terung, timun dan sebagainya. • Tanaman setahun (8 - 12 bulan siklus hidupnya) seperti: tebu, singkong, jahe dan sebagainya. • Tanaman tahunan (> 12 bulan siklus hidupnya) seperti: kelapa sawit, karet, kakao, kopi, teh, sengon, eucaliptus, akasia, jati, cendana dan sebagainya. Berdasarkan tipe umurnya maka suatu tanaman memiliki umur ekonomis, umur ekologis dan umur fisiologis. Umur ekonomis suatu tanaman karena sebagai objek manusia yaitu dimanfaatkan oleh manusia karena memiliki nilai ekonomi sehingga dimana umurnya memiliki ekonomi yang tinggi maka pada saat itu tanaman harus ditutup usianya atau dimanfaatkan. Umur ekologis merupakan umur tanaman karena mati yang disebabkan oleh tekanan lingkungan seperti kekeringan, tergenang, kekurangan nutrisi, kebakaran, terserang hama dan penyakit.Umur fisiologis merupakan umur potensial apabila tanaman tidak mengalami gangguan dari luar dirinya yaitu cekaman lingkungan. Sebagai contoh umur ekonomis tanaman kelapa sawit 25 tahun, umur ekologis bisa lebih atau kurang dari 25 tahun dan umur fisiologis lebih dari 25 tahun. Berdasarkan bagian/organ tubuh yang dimanfaatkannya maka tanaman dapat dimanfaatkan: akar, batang, daun, bunga, biji, kandungan bioaktifnya atau kombinasi organ-organ lainnya. Berdasarkan kematangan reproduksi maka tanaman pada fase vegetatif (pertumbuhan akar, batang dan daun) dan vase generatif (pertumbuhan bunga, buah dan biji). Berdasarkan tingkat kesulitan budidayanya (resikonya) maka ada tanaman dengan tingkat budidayanya sangat rumit dan sulit, sedang dan mudah. Untuk melakukan penilaian tanaman maka sesuai Standar Penilaian Indonesia (SPI) ada 3 metode/ pendekatan perhitungannya yang mungkin dapat diterapkannya yaitu: Data Pasar, Biaya dan Pendapatan. Yang jadi pertanyaan adalah: • Karakteristik setiap tanaman berbeda-beda sesuai umur dan faktor resikonya • Kondisi atau stadia atau fase tanaman berbeda-beda pada suatu waktu yaitu fase vegetatif dan generatif • Nilai manfaat tanaman berbeda pada masing-masing fase umur dan tingkat resikonya. • Perkembangan tanaman dan tingkat resiko tanaman berbeda-beda terhadap musimnya yaitu musim kemarau dan hujan. • Kondisi tanaman setiap waktu akan berbeda-beda tergantung dari kondisi lingkungan. • Respon negatif dan positif tanaman terhadap lingkungan relatif lama Sementara sebagai penilai dihadapkan dengan 3 pendekatan yang paling sesuai dapat diterapkan sehingga akan mendapatkan suatu nilai pasar sesuai dengan tujuan penilaian. Oleh karena itu penilai harus jeli dan cerdas memahami hal tersebut, sehingga tidak terjebak dengan potensi nilai yang tinggi atau rendah yang sebenarnya tidak mungkin dapat dicapai atau mudah dicapainya. Penilai juga tidak terjebak dengan pendekatan metode hitungan dengan asumsi parameter-parameter penyusun struktur suatu nilai, karena kondisi karakteristik tanaman berbeda-beda sesuai umur, lingkungan, pengelolaan dan bibit. Kita ketahui bahwa produksi suatu tanaman merupakan fungsi dari Genetik, Lingkunga, dan Manajemen. yang dapat dirumuskan: P = G + E + M P = produksi tanaman G = Genetic (sifat benih/bibit) E = Enviroment/Lingkungan (tanah dan iklim) M = Manajemen (manusia, alat dan bahan-bahan produksi)

Bookmark and Share

Segala Sesuatu Tentang Antibiotik 01/12/2007 - www.beritaiptek.com

Antibiotik termasuk jenis obat yang cukup sering diresepkan dalam pengobatan modern. Antibiotik adalah zat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri.

Sebelum penemuan antibiotik yang pertama, penisilin, pada tahun 1928, jutaan orang di seluruh dunia tak terselamatkan jiwanya karena infeksi-infeksi yang saat ini mudah diobati.

Ketika influenza mewabah pada tahun 1918, diperkirakan 30 juta orang meninggal, lebih banyak daripada yang terbunuh pada Perang Dunia I.

Pencarian antibiotik telah dimulai sejak penghujung abad ke 18 seiring dengan meningkatnya pemahaman teori kuman penyakit, suatu teori yang berhubungan dengan bakteri dan mikroba yang menyebabkan penyakit.

Saat itu para ilmuwan mulai mencari obat yang dapat membunuh bakteri penyebab sakit. Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk menemukan apa yang disebut "peluru ajaib", yaitu obat yang dapat membidik/menghancurkan mikroba tanpa menimbulkan keracunan.


Penemuan Penisilin

Pada permulaan tahun 1920, ilmuwan Inggris Alexander Fleming melaporkan bahwa suatu produk dalam airmata manusia dapat melisiskan (menghancurkan) sel bakteri. Zat ini disebut lysozyme, yang merupakan contoh pertama antibakteri yang ditemukan pada manusia.

Seperti pyocyanase, lysozyme juga menemukan jalan buntu dalam usaha pencarian antibiotik yang efektif, karena sifatnya yang merusak sel-sel bakteri non-patogen.

Namun pada tahun 1928 Fleming secara kebetulan menemukan antibakteri lain. Sekembali liburan akhir pekan, Fleming memperhatikan satu set cawan petri lama yang ia tinggalkan. Ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus aureus yang ia goreskan pada cawan petri tersebut telah lisis.

Lisis sel bakteri terjadi pada daerah yang berdekatan dengan cendawan pencemar yang tumbuh pada cawan petri. Ia menghipotesa bahwa suatu produk dari cendawan tersebut menyebabkan lisis sel stafilokokus. Produk tersebut kemudian dinamai penisilin karena cendawan pencemar tersebut dikenali sebagai Penicillium notatum.

Walaupun secara umum Fleming menerima pujian karena menemukan penisilin, namun pada kenyataannya secara tehnik Fleming "menemukan kembali" zat tersebut.

Semula Ernest Duchesne, seorang mahasiswa kedokteran Perancis, yang menemukan sifat-sifat penisilium pada tahun 1896, namun gagal dalam melaporkan hubungan antara cendawan dan zat yang memiliki sifat-sifat antibakteri, sehingga Penisilium dilupakan dalam komunitas ilmiah sampai penemuan kembali oleh Fleming.

Jenis Antibiotik
Meskipun ada lebih dari 100 macam antibiotik, namun umumnya mereka berasal dari beberapa jenis antibiotik saja, sehingga mudah untuk dikelompokkan. Ada banyak cara untuk menggolongkan antibiotik, salah satunya berdasarkan struktur kimianya. Berdasarkan struktur kimianya, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:

a. Golongan Aminoglikosida
Diantaranya amikasin, dibekasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, sisomisin, streptomisin, tobramisin.

b. Golongan Beta-Laktam
Diantaranya golongan karbapenem (ertapenem, imipenem, meropenem), golongan sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin, amoksisilin).

c. Golongan Glikopeptida
Diantaranya vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin.

d. Golongan Poliketida
Diantaranya golongan makrolida (eritromisin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), golongan ketolida (telitromisin), golongan tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin).

e. Golongan Polimiksin
Diantaranya polimiksin dan kolistin.

f. Golongan Kinolon (fluorokinolon)
Diantaranya asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin.

g. Golongan Streptogramin
Diantaranya pristinamycin, virginiamycin, mikamycin, dan kinupristin-dalfopristin.

h. Golongan Oksazolidinon
Diantaranya linezolid dan AZD2563.

i. Golongan Sulfonamida
Diantaranya kotrimoksazol dan trimetoprim.

j. Antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat.

Berdasarkan mekanisme aksinya, yaitu mekanisme bagaimana antibiotik secara selektif meracuni sel bakteri, antibiotik dikelompokkan sebagai berikut:

  1. Mengganggu sintesa dinding sel, seperti penisilin, sefalosporin, imipenem, vankomisin, basitrasin.
  2. Mengganggu sintesa protein bakteri, seperti klindamisin, linkomisin, kloramfenikol, makrolida, tetrasiklin, gentamisin.
  3. Menghambat sintesa folat, seperti sulfonamida dan trimetoprim.
  4. Mengganggu sintesa DNA, seperti metronidasol, kinolon, novobiosin.
  5. Mengganggu sintesa RNA, seperti rifampisin.
  6. Mengganggu fungsi membran sel, seperti polimiksin B, gramisidin.

Antibiotik dapat pula digolongkan berdasarkan organisme yang dilawan dan jenis infeksi. Berdasarkan keefektifannya dalam melawan jenis bakteri, dapat dibedakan antibiotik yang membidik bakteri gram positif atau gram negatif saja, dan antibiotik yang berspektrum luas, yaitu yang dapat membidik bakteri gram positif dan negatif.

Sebagian besar antibiotik mempunyai dua nama, nama dagang yang diciptakan oleh pabrik obat, dan nama generik yang berdasarkan struktur kimia antibiotik atau golongan kimianya. Contoh nama dagang dari amoksilin, sefaleksin, siprofloksasin, kotrimoksazol, tetrasiklin dan doksisiklin, berturut-turut adalah Amoxan, Keflex, Cipro, Bactrim, Sumycin, dan Vibramycin.

Setiap antibiotik hanya efektif untuk jenis infeksi tertentu. Misalnya untuk pasien yang didiagnosa menderita radang paru-paru, maka dipilih antibiotik yang dapat membunuh bakteri penyebab radang paru-paru ini. Keefektifan masing-masing antibiotik bervariasi tergantung pada lokasi infeksi dan kemampuan antibiotik mencapai lokasi tersebut.

Antibiotik oral adalah cara yang paling mudah dan efektif, dibandingkan dengan antibiotik intravena (suntikan melalui pembuluh darah) yang biasanya diberikan untuk kasus yang lebih serius. Beberapa antibiotik juga dipakai secara topikal seperti dalam bentuk salep, krim, tetes mata, dan tetes telinga.

Penentuan jenis bakteri patogen ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium. Tehnik khusus seperti pewarnaan gram cukup membantu mempersempit jenis bakteri penyebab infeksi. Spesies bakteri tertentu akan berwarna dengan pewarnaan gram, sementara bakteri lainnya tidak.

Tehnik kultur bakteri juga dapat dilakukan, dengan cara mengambil bakteri dari infeksi pasien dan kemudian dibiarkan tumbuh. Dari cara bakteri ini tumbuh dan penampakannya dapat membantu mengidentifikasi spesies bakteri. Dengan kultur bakteri, sensitivitas antibiotik juga dapat diuji.

Penting bagi pasien atau keluarganya untuk mempelajari pemakaian antibiotik yang benar, seperti aturan dan jangka waktu pemakaian. Aturan pakai mencakup dosis obat, jarak waktu antar pemakaian, kondisi lambung (berisi atau kosong) dan interaksi dengan makanan dan obat lain.

Pemakaian yang kurang tepat akan mempengaruhi penyerapannya, yang pada akhirnya akan mengurangi atau menghilangkan keefektifannya.

Bila pemakaian antibiotik dibarengi dengan obat lain, yang perlu diperhatikan adalah interaksi obat, baik dengan obat bebas maupun obat yang diresepkan dokter. Sebagai contoh, Biaxin (klaritromisin, antibiotik) seharusnya tidak dipakai bersama-sama dengan Theo-Dur (teofilin, obat asma).

Berikan informasi kepada dokter dan apoteker tentang semua obat-obatan yang sedang dipakai sewaktu menerima pengobatan dengan antibiotik.

Jangka waktu pemakaian antibiotik adalah satu periode yang ditetapkan dokter. Sekalipun sudah merasa sembuh sebelum antibiotik yang diberikan habis, pemakaian antibiotik seharusnya dituntaskan dalam satu periode pengobatan.

Bila pemakaian antibiotik terhenti di tengah jalan, maka mungkin tidak seluruh bakteri mati, sehingga menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik tersebut. Hal ini dapat menimbulkan masalah serius bila bakteri yang resisten berkembang sehingga menyebabkan infeksi ulang.

Efek Samping
Disamping banyaknya manfaat yang dapat diperoleh dalam pengobatan infeksi, antibiotik juga memiliki efek samping pemakaian, walaupun pasien tidak selalu mengalami efek samping ini. Efek samping yang umum terjadi adalah sakit kepala ringan, diare ringan, dan mual.

Dokter perlu diberitahu bila terjadi efek samping seperti muntah, diare hebat dan kejang perut, reaksi alergi (seperti sesak nafas, gatal dan bilur merah pada kulit, pembengkakan pada bibir, muka atau lidah, hilang kesadaran), bercak putih pada lidah, dan gatal dan bilur merah pada vagina.

Resistensi Antibiotik
Salah satu perhatian terdepan dalam pengobatan modern adalah terjadinya resistensi antibiotik. Bakteri dapat mengembangkan resistensi terhadap antibiotik, misalnya bakteri yang awalnya sensitif terhadap antibiotik, kemudian menjadi resisten.

Resistensi ini menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan oleh dua proses genetik dalam bakteri:
  1. Mutasi dan seleksi (atau evolusi vertikal)
    Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap satu populasi bakteri. Pada lingkungan tertentu antibiotika yang tidak termutasi (non-mutan) mati, sedangkan antibiotika yang termutasi (mutan) menjadi resisten yang kemudian tumbuh dan berkembang biak.
  2. Perubahan gen antar strain dan spesies (atau evolusi horisontal)
    Evolusi horisontal yaitu pengambil-alihan gen resistensi dari organisme lain. Contohnya, streptomises mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin (antibiotik yang dihasilkannya sendiri), tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shigella sp.

Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi dan seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui salah satu proses untuk perubahan genetik yang ada pada bakteri.

Ketika bakteri yang menyebabkan infeksi menunjukkan resistensi terhadap antibiotik yang sebelumnya sensitif, maka perlu ditemukan antibiotik lain sebagai gantinya. Sekarang penisilin alami menjadi tidak efektif melawan bakteri stafilokokus dan harus diganti dengan antibiotik lain.

Tetrasiklin, yang pernah dijuluki sebagai "obat ajaib", kini menjadi kurang bermanfaat untuk berbagai infeksi, mengingat penggunaannya yang luas dan kurang terkontrol selama beberapa dasawarsa terakhir.

Keberadaan bakteri yang resisten antibiotik akan berbahaya bila antibiotik menjadi tidak efektif lagi dalam melawan infeksi-infeksi yang mengancam jiwa.

Hal ini dapat menimbulkan masalah untuk segera menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit lama (karena strain resisten dari bakteri telah muncul), bersamaan dengan usaha menemukan antibiotik baru untuk melawan penyakit-penyakit baru.

Berkembangnya bakteri yang resisten antibiotik disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah penggunaan antibiotik yang berlebihan. Ini mencakup seringnya antibiotik diresepkan untuk pasien demam biasa atau flu.

Meskipun antibiotik tidak efektif melawan virus, banyak pasien berharap mendapatkan resep mengandung antibiotik ketika mengunjungi dokter.

Setiap orang dapat membantu mengurangi perkembangan bakteri yang resisten antibiotik dengan cara tidak meminta antibiotik untuk demam biasa atau flu.

Penulis: Dr. Silvia Surini, Staf Pengajar Departemen Farmasi FMIPA-UI dan Anggota ISTECS chapter Jepang dengan judul asli "Antibiotik, Si Peluru Ajaib"

Sumber:
www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-10-Antibiotik,-Si-Peluru-Ajaib-(Bagian-Pertama).shtml - 30k –
www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2006-01-12-Antibiotik,-Si-Peluru-Ajaib-(Bagian-Kedua).shtml - 28k -

curahan hatiku.....

oke, dulu kita berteman. menjadi sahabat dan sekarang menjadi pacar. tapi aku sungguh enggak percaya kalau kamu yang selama ini aku kenal baik ternyata tega juga. aku enggak pernah mempermasalahkan hatiku, tapi yang aku permasalahkan itu perasaan cewek itu. jujur aku kecewa, kecewa berat sama kamu. seharusnya kamu bisa mengandalkan hati nurani kamu sebelum kamu bertindak. jadi apa boleh buat aku cuma akan menjalani hubungan ini hanya untuk ngasih kamu pelajaran.
jadi walaupun kamu itu temanku, sahabatku, bahkan pacarku, kalau kamu sudah keterlaluan seperti itu kamu memang harus diberi pelajaran. supaya lain kali tidak mempermainkan perasaan orang lagi. ingat lho gak semua cewek mau diduain, dan gak semua cewek itu bego seperti anggapan kamu.
so, langkah apa yang harus ku ambil buat ngasih pelajaran ke kamu......
1. aku akan buat kamu repot menjadi pacarku
2. aku akan buat kamu merasakan bagaimana rasanya diduain.
3. aku akan buat kamu berpikiran kalau kamu itu cowok tidak berguna
4. aku akan buat kamu merasakan bagaimana rasanya sakit hati
and so we'll see who's a player in this game.....
Bookmark and Share

Sabtu, 28 Mei 2011

MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER


1.1  Ayam Broiler
Ayam broiler merupakan hasil teknologi yaitu persilangan antara ayam Cornish dengan Plymouth Rock. Yang mana memiliki karakteristik ekonomis, pertumbuhan yang cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan rendah, dipanen cepat karena pertumbuhannya yang cepat, dan sebagai penghasil daging dengan serat lunak (Murtidjo, 1987). Menurut Northe (1984) pertambahan berat badan yang ideal adalah 400 gram per
minggu untuk jantan dan untuk betina 300 gram per minggu.
Menurut Suprijatna et al. (2005) Ayam broiler adalah ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, bulu merapat ke tubuh, kulit putih dan produksi telur rendah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Siregar et al. (1980) bahwa ayam Broiler dalam klasifikasi ekonomi memiliki sifat-sifat antara lain : ukuran badan besar, penuh daging yang berlemak, temperamen tenang, pertumbuhan badan cepat serta efisiensi penggunaan ransum tinggi.
Ayam broiler adalah ayam tipe pedaging yang telah dikembangbiakan secara khusus untuk pemasaran secara dini. Ayam pedaging ini biasanya dijual dengan bobot rata-rata 1,4 kg tergantung pada efisiensinya perusahaan. Menurut Rasyaf (1992) ayam pedaging adalah ayam jantan dan ayam betina muda yang berumur dibawah 6 minggu ketika dijual dengan bobot badan tertentu, mempunyai pertumbuhan yang cepat, serta dada yang lebar dengan timbunan daging yang banyak.
Ayam broiler merupakan jenis ayam jantan atau betina yang berumur 6 sampai 8 minggu yang dipelihara secara intensif untuk mendapatkan produksi daging yang optimal. Ayam broiler dipasarkan pada umur 6 sampai 7 minggu untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan permintaan daging. Ayam broiler terutama unggas yang pertumbuhannya cepat pada fase hidup awal, setelah itu pertumbuhan menurun dan akhirnya berhenti akibat pertumbuhan jaringan yang membentuk tubuh. Ayam broiler mempunyai kelebihan dalam pertumbuhan dibandingkan dengan jenis ayam piaraan dalam klasifikasinya, karena ayam broiler mempunyai kecepatan yang sangat tinggi dalam pertumbuhannya. Hanya dalam tujuh atau delapan minggu saja, ayam tersebut sudah dapat dikonsumsi dan dipasarkan padahal ayam jenis lainnya masih sangat kecil, bahkan apabila ayam broiler dikelola secara intensif sudah dapat diproduksi hasilnya pada umur enam minggu dengan berat badan mencapai 2 kilogram per ekor (Anonimus, 1994).
Untuk mendapatkan bobot badan yang sesuai dengan yang dikehendaki pada waktu yang tepat, maka perlu diperhatikan pakan yang tepat. Kandungan energi pakan yang tepat dengan kebutuhan ayam dapat mempengaruhi konsumsi pakannya, dan ayam jantan memerlukan energy yang lebih banyak daripada betina, sehingga ayam jantan mengkonsumsi pakan lebih banyak, (Anggorodi, 1985). Hal-hal yang terus diperhatikan
dalam pemeliharaan ayam broiler antara lain perkandangan, pemilihan bibit, manajemen pakan, sanitasi dan kesehatan, recording dan pemasaran. Banyak kendala yang akan muncul apabila kebutuhan ayam tidak terpenuhi, antara lain penyakit yang dapat menimbulkan kematian, dan bila ayam dipanen lebih dari 8 minggu akan menimbulkan kerugian karena pemberian pakan sudah tidak efisien dibandingkan kenaikkan/penambahan berat badan, sehingga akan menambah biaya produksi (Anonimus, 1994)
Daghir (1998) membagi tiga tipe fase pemeliharaan ayam broiler yaitu fase starter umur 0 sampai 3 minggu, fase grower 3 sampai 6 minggu dan fase finisher 6 minggu hingga dipasarkan.
Ayam broiler ini baru populer di Indonesia sejak tahun 1980-an dimana pemegang kekuasaan mencanangkan panggalakan konsumsi daging ruminansia yang pada saat itu semakin sulit keberadaannya. Hingga kini ayam broiler telah dikenal masyarakat Indonesia dengan berbagai kelebihannya. Hanya 5-6 minggu sudah bisa dipanen. Dengan waktu pemeliharaan yang relatif singkat dan menguntungkan, maka banyak peternak baru serta peternak musiman yang bermunculan diberbagai wilayah Indonesia.
Banyak strain ayam pedaging yang dipelihara di Indonesia. Strain merupakan sekelompok ayam yang dihasilkan oleh perusahaan pembibitan melalui proses pemuliabiakan untuk tujuan ekonomis tertentu. Contoh strain ayam pedaging antara lain CP 707, Starbro, Hybro (Suprijatna et al., 2005).
2.2. Perkandangan
Kandang yang baik adalah kandang yang dapat memberikan kenyamanan bagi ayam, mudah dalam tata laksana, dapat memberikan produksi yang optimal, memenuhi persyaratan kesehatan dan bahan kandang mudah didapat serta murah harganya. Bangunan kandang yang baik adalah bangunan yang memenuhi persyaratan teknis, sehingga kandang tersebut biasa berfungsi untuk melindungi ternak terhadap lingkungan yang merugikan, mempermudah tata laksana, menghemat tempat, menghindarkan gangguan binatang buas, dan menghindarkan ayam kontak langsung dengan ternak unggas lain (Anonimus, 1994).
Kandang serta peralatan yang ada di dalamnya merupakan sarana pokok untuk terselenggarakannya pemeliharaan ayam secara intensive, berdaya guna dan berhasil guna. Ayam akan terus menerus berada di dalam kandang, oleh karena itu kandang harus dirancang dan ditata agar menyenangkan dan memberikan kebutuhan hidup yang sesuai bagi ayam-ayam yang berada di dalamnya. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam hal ini adalah pemilihan tempat atau lokasi untuk mendirikan kandang serta konstruksi atau bentuk kandang itu sendiri. Kandang merupakan modal tetap (investasi) yang cukup besar nilainya, maka sedapat mungkin semenjak awal dihindarkan kesalahan-kesalahan dalam pembangunannya, apabila keliru akibatnya akan menimbulkan problema-problema terus menerus sedangkan perbaikan tambal sulam tidak banyak membantu (Williamsons dan Payne, 1993).
Sistem perkandangan yang ideal untuk usaha ternak ayam ras meliputi: persyaratan temperatur berkisar antara 32,2-35 derajat C, kelembaban berkisar antara 60-70%, penerangan/pemanasan kandang sesuai dengan aturan yang ada, tata letak kandang agar mendapat sinar matahari pagi dan tidak melawan arah mata angin kencang, model kandang disesuaikan dengan umur ayam, untuk anakan sampai umur 2 minggu atau 1 bulan memakai kandang box, untuk ayam remaja ± 1 bulan sampai 2 atau 3 bulan memakai kandang box yang dibesarkan dan untuk ayam dewasa bisa dengan kandang postal atapun kandang bateray. Untuk kontruksi kandang tidak harus dengan bahan yang mahal, yang penting kuat, bersih dan tahan lama(Bambang,1995).
            Persiapan dalam perkandangan adalah :
a.       Lokasi kandang
Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai sarana transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.
b.      Pergantian udara dalam kandang.
Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.
c.       Suhu udara dalam kandang.
Tabel 1. Suhu ideal kandang sesuai umur adalah :
Umur (hari)
Suhu ( 0C )
01 - 07
34 – 32
08 - 14
29 – 27
15 - 21
26 – 25
21 - 28
4 – 23
29 - 35
23 – 21

d.      Kemudahan mendapatkan sarana produksi
Lokasi kandang sebaiknya dekat dengan poultry shop atau toko sarana peternakan.
e.       Kepadatan Kandang
Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.
Pengaturan kepadatan kandang dilakukan sedemikian rupa untuk mengatasi kanibalisme akibat terlalu padatnya kandang. Hal ini juga bermanfaat untuk kenyamanan ayam. Kepadatan kandang juga berpengaruh terhadap produksi, performen dan tingkat kenyamanan ayam broiler (May dan Lott, 1992).
Tabel 2. Tingkat kepadatan kandang ayam per bobot hidup
Bobot Badan (kg)
Ekor/m2
1,4
13 – 17
1,8
10 – 13
2,3
8 – 10
2,7
6–8
Siregar et al., 1980
Tabel 3. Standar Bobot Badan Ayam Broiler Berdasarkan Jenis Kelamin pada Umur 1 sampai 6 Minggu ((NRC, 1994)
Umur (minggu)
Jenis Kelamin


Jantan (g)
Betina (g)
1
152
144
2
376
344
3
686
617
4
1085
965
5
1576
1344
6
2088
1741




Jika dilihat dari perbandingan table 2 dan 3 maka dapat dibandingkan perbandingan antara umur dengan luas kandang yang dibutuhkan sesuai dengan jenis kelamin dan bobot badan.
Kepadatan tinggi menurunkan berat badan pullet umur 18 minggu (Anderson dan Adams, 1997), meningkatkan kerusakan dada pada broiler, menimbulkan kanibalisme pada ayam, yakni ayam saling patuk mematuk sehingga menimbulkan luka pada tubuh ternak sehingga memudahkan masuknya parasit dan menimbulkan penyakit dan akhirnya meningkatkan angka kematian, pencapaian berat badan yang rendah dan mengurangi konsumsi pakan pada broiler, sedangkan konsumsi pakan broiler umur 7 minggu menurun sebesar 3,7% pada jantan dan 3,9% pada betina ketika kepadatan kandang ditingkatkan dari 10 ekor/m2 menjadi 15 ekor/m2. Kepadatan tinggi yang diasumsikan dengan bobot badan perluasan lantai mengurangi aktivitas broiler menjadi lebih sedikit berjalan, sebaliknya lebih banyak mengantuk dan tidur (Cravener et al., 1992).
f.       Tipe Kandang
1.      Kandang postal.
Kandang ini tidak terdapat halaman umbaran  sehingga dalam pemeliharaan sistem ini ayam-ayam selalu terkurung sepanjang hari di dalam kandang. Litter yang baik harus dapat memenuhi beberapa kriteria yakni: memiliki daya serap yang tinggi, lembut sehingga tidak menyebabkan kerusakan dada, mempertahankan kehangatan, menyerap panas, dan menyeragamkan temperatur dalam kandang (Prayitno dan Yuwono, 1997). Litter merupakan sistem kandang pemeliharaan unggas dengan lantai kandang ditutup oleh bahan penutup lantai seperti, sekam padi, serutan gergaji, dan jerami padi (Rasyaf, 1994). Keuntungan sistem ini adalah biaya relatif rendah, menghilangkan bau kotoran, jika litter kering maka pembuangan kotoran lebih mudah dan dapat menahan panas didalam kandang. Kekurangannya adalah penyebaran penyakit lebih mudah, Pengawasan kesehatan lewat kotoran sulit diamati (Campa, 1994).
2.      Cage
Bangunan kandang berbentuk sangkar berderet, menyerupai batere dan alasnya dibuat berlubang (bercelah). Keuntungan sistem ini adalah tingkat produksi individual dan kesehatan masing-masing terkontrol, memudahkan tata laksana, penyebaran penyakit tidak mudah. Kelemahannya adalah biaya pembuatan semakin tinggi, ayam dapat kekurangan mineral, dan sering banyak lalat (Rasyaf, 1994).
3.      Panggung
Sistem ini biasanya dibuat diatas kolam ikan. Bahan yang biasa digunakan untuk alas lantai adalah bambu yang dipasang secara berderet agar ayam tidak terperosok.Kelebihannya adalah sisa pakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, penyebaran penyakit relatif rendah. Kekurangannya jika jarak pemasangan bambu untuk alas terlalu lebar, akan dapat mengakibatkan ayam terperosok, biaya pembuatan relatif mahal (Martono, 2006).

2.3. Pakan
Ayam broiler sebagai bangsa unggas umumnya tidak dapat membuat makanannya sendiri. Oleh sebab itu ia harus makan dengan cara mengambil makanan yang layak baginya agar kebutuhan nutrisinya dapat dipenuhi. Protein, asam amino, energi, vitamin, mineral harus dipenuhi agar pertumbuhan yang cepat itu dapat terwujud tanpa menunggu fungsi- fungsi tubuhnya secara normal. Dari semua unsur nutrisi itu kebutuhan energi bagi ayam broiler sangat besar (Rasyaf, 1994).
Suprijatna et al. (2005) pakan adalah campuran dari berbagai macam bahan organik maupun anorganik untuk ternak yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan zat-zat makanan dalam proses pertumbuhan. Ransum dapat diartikan sebagai pakan tunggal atau campuran dari berbagai bahan pakan yang diberikan pada ternak untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi ternak selama 24 jam baik diberikan sekaligus maupun sebagian (Lubis, 1992). Rasyaf (1994) menyatakan ransum adalah kumpulan dari beberapa bahan pakan ternak yang telah disusun dan diatur sedemikian rupa untuk 24 jam.
Ransum memiliki peran penting dalam kaitannya dengan aspek ekonomi yaitu sebesar 65-70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan (Fadilah, 2004). Pemberian ransum bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, pemeliharaan panas tubuh dan produksi (Suprijatna et al. 2005).  Pakan yang diberikan harus memberikan zat pakan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum (selalu tersedia/tidak dibatasi). Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis pakan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2 (dua) tahap. Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar protein minimal 23%. Tahap kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan berkadar protein 20 %. Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya.  Efisiensi pakan dinyatakan dalam perhitungan FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah, jumlah pakan selama pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.
Contoh perhitungan :
Diketahui ayam yang dipanen 1000 ekor, berat rata-rata 2 kg, berat pakan selama pemeliharaan 3125 kg, maka FCR-nya adalah :
Berat total ayam hasil panen = 1000 x 2 = 2000 kg
FCR = 3125 : 2000 = 1,6
Semakin rendah angka FCR, semakin baik kualitas pakan, karena lebih efisien (dengan pakan sedikit menghasilkan bobot badan yang tinggi).
Konsumsi pakan adalah kemampuan ternak dalam mengkonsumsi sejumlah ransum yang digunakan dalam proses metabolisme tubuh (Anggorodi, 1985). Blakely dan Blade (1998) menjelaskan bahwa tingkat konsumsi ransum akan mempengaruhi laju pertumbuhan dan bobot akhir karena pembentukan bobot, bentuk dan komposisi tubuh pada hakekatnya adalah akumulasi pakan yang dikonsumsi ke dalam tubuh ternak. Kebutuhan ransum ayam broiler tergantung pada strain, aktivitas, umur, besar ayam dan temperature( Ichwan , 2003). Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain umur, nutrisi ransum, kesehatan, bobot badan, suhu dan kelembaban serta kecepatan pertumbuhan (Wahju, 1997).
Pakan pemula (starter) harus diberi setelah ayam memperoleh minum, pada beberapa hari pertama pakan dapat diberi dengan cara ditaburkan pada katon box DOC atau tempat pakan untuk anak ayam. Sisa pakan harus dibuang tiap pagi dan jangan dibuang di litter karena akan membahayakan kesehatan ayam. Pada 2 hari pertama gunakan air hangat bersuhu 16 sampai 20 0C. Untuk air minum larutkan 50 gram gula dan 2 gram vitamin (dalam 1 liter air minum untuk 12 jam pertama) Perlu juga memakai meter air agar dapat diketahui dengan pasti berapa banyak air yang digunakan pada 2 minggu pertama tempat minum dibersihkan 3 kali sehari setelah itu 2 kali sehari (Anonimus, 2004).
Pada ayam broiler fase starter kebutuhan energi adalah 3200 kcal/kg dengan kebutuhan asam amino methionin 0,38%. Sedangkan pada finisher kebutuhan energi sama tetapi kebutuhan protein berkurang dan kebutuhan asam amino methionin juga berkurang menjadi 0,32% (NRC. 1994).
Faktor yang dapat mempengaruhi ransum pada ayam broiler, diantaranya yaitu temperatur lingkungan, kesehatan ayam, tingkat energi ransum yang diberikan sistem pemberian makanan pada ayam, jenis kelamin ayam dan genetik ayam (Rasyaf, 1994).
Bentuk fisik ransum yang diberikan pada ayam broiler ada tiga bentuk fisik ransum yang diberikan yaitu bentuk halus seperti tepung (mesh) yang didalamnya merupakan campuran berbagai bahan makanan yang telah diramu dalam suatu sistem formula. Ransum berbentuk butiran lengkap atau pellet yang didasarkan pada sifat ayam broiler yang memang gemar sekali makanan-makanan butiran dan ransum bentuk butiran pecah atau crumble yang berbentuk butiran tetapi kecil-kecil (Rasyaf, 1994).
Menurut Bambang (1995) kualitas pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a.     Kualitas pakan fase starter adalah terdiri dari protein 22-24%, lemak 2,5%, serat kasar 4%, Kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kcal.
b.     Kualitas pakan fase finisher adalah terdiri dari protein 18,1-21,2%; lemak 2,5%, serat kasar 4,5%, kalsium (Ca) 1%, Phospor (P) 0,7-0,9% dan energy (ME) 2900-3400 Kcal.

Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi Pakan Ayam Broiler pada Periode Starter dan Periode Finisher (NRC, 1994)
Nutrisi
Periode ”Starter”
Periode ”Finisher”
Protein (%)
23,00%
20,00%
Energi Metabolis (kkal/ kg)
2800-3200
2900-3200
Kalsium (%)
1,00
0,90
Fosfor (%)
0,45
0,35

2.4. Manajemen Pemeliharaan
Pemeliharaan ayam daging ditujukan untuk mencapai beberapa sasaran yaitu tingkat kematian serendah mungkin, kesehatan ternak baik, berat timbangan setiap ekor setinggi mungkin dan daya alih makanan baik (hemat). Untuk mencapai hal-hal tersebut ada beberapa hal pokok yang perlu dipertimbangkan sebaik-baiknya dalam pemeliharaan ayam pedaging yaitu perkandangan dan peralatan serta persiapannya, pemeliharaan masa awal dan akhir, pemberian pakan, pencegahan dan pemberantasan penyakit dan pengelolaan (Suyoto, 1983).
Ayam broiler atau ayam daging dipelihara selama kurang lebih 6 sampai 7 minggu. Ayam ini tidak dimaksudkan untuk produksi telur, tetapi diharapkan dagingnya. Sampai umur 5 minggu beratnya kira-kira sama dengan ayam telur dewasa yaitu kurang lebih 1,5 kg. Cara pemeliharaan ayam daging hampir sama dengan ayam telur dari periode starter sampai grower (Jahja, 2000).
Pemeliharaan dilakukan dengan pembersihan secara tuntas terhadap kandang dan peralatan yang akan dipakai didalamnya, baik tempat makanan, tempat minuman,brooder, alat pelingkan dan lain-lain. Terutama pada kandang lama yang sudah dipakai, sisa-sisa dari ternak yang lama, baik kotoran, bahan-bahan yang tercecer harus dibersihkan secara tuntas sehingga tidak ada yang tertinggal, sebab setiap butir sisa dari kawanan ayam yang lama akan ada kemungkinan akan menularkan sesuatu penyakit kepada kawanan berikutnya. Pembersih dilakukan dengan air dan bahan pencuci (sabun atau detergen) (Suyoto, 1983).
Kebersihan lingkungan kandang (sanitasi) pada areal peternakan merupakan usaha pencegahan penyakit yang paling murah, hanya dibutuhkan tenaga yang ulet/terampil saja. Tindakan preventif dengan memberikan vaksin pada ternak dengan merek dan dosis sesuai catatan pada label yang dari poultry shoup. Agar bangunan kandang dapat berguna secara efektif, maka bangunan kandang perlu dipelihara secara baik yaitu kandang selalu dibersihkan dan dijaga/dicek apabila ada bagian yang rusak supaya segera disulam/diperbaiki kembali. Dengan demikian daya guna kandang bisa maksimal tanpa mengurangi persyaratan kandang bagi ternak yang dipelihara.
Teknis pemeliharaan ayam broiler yang baik menurut (Anonimus, 2009), yaitu minggu pertama (hari ke-1 sampai ke-7). DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, segera diberi air minum hangat yang ditambah gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi. Pakan dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gram atau 1,3 kg untuk 100 ekor ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil (crumbles).
Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen sudah diberi air munum. Vaksinasi yang pertama dilaksanakan pada hari ke-4. Minggu Kedua (hari ke-8 sampai ke-14). Pemeliharaan minggu kedua masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan. Pemanas sudah bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33 gram per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Ketiga (hari ke-15 sampai ke-21). Pemanas sudah dapat dimatikan terutama pada siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gram per ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan vaksin ND strain Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa haus sehingga akan meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya.
Minggu Keempat (hari ke-22 sampai ke-28). Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal mempunyai berat badan minimal 1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gram per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam. Kontrol terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap penyakit.
Minggu Kelima (hari ke-29 sampai ke-35). Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan pakan adalah 88 gram per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan ayam. Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 sampai 2 kg. Dengan bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen.  Maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan pakan hingga berumur 5 minggu adalah 24,7 kg untuk 100 ekor ayam.
Minggu Keenam (hari ke-36 sampai ke-42). Jika ingin diperpanjang untuk mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap harus dilakukan. Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot 2,25 kg.
Menurut Bambang (1995) untuk pemberian pakan ayam ras broiler ada 2 (dua) fase yaitu fase starter (umur 0-4 minggu) dan fase finisher (umur 4-6 minggu):
a.     Kuantitas pakan fase starter adalah terbagi/digolongkan menjadi 4 (empat) golongan yaitu minggu pertama (umur 1-7 hari) 17 gram/hari/ekor, minggu kedua (umur 8-14 hari) 43 gram/hari/ekor, minggu ke-3 (umur 15-21 hari) 66 gram/hari/ekor dan minggu ke-4 (umur 22-29 hari) 91 gram/hari/ekor. Jadi jumlah pakan yang dibutuhkan tiap ekor sampai pada umur 4 minggu sebesar 1.520 gram.
b.     Kuantitas pakan fase finisher adalah terbagi/digolongkan dalam empat golongan umur yaitu: minggu ke-5 (umur 30-36 hari) 111 gram/hari/ekor, minggu ke-6 (umut 37-43 hari) 129 gram/hari/ekor, minggu ke-7 (umur 44-50 hari) 146 gram/hari/ekor dan minggu ke-8 (umur 51-57 hari) 161 gram/hari/ekor. Jadi total jumlah pakan per ekor pada umur 30-57 hari adalah 3.829 gram.
Sedangkan Pemberian minum disesuaikan dangan umur ayam yang dikelompokkan dalam 2 (dua) fase yaitu:
a.     Fase starter (umur 1-29 hari), kebutuhan air minum terbagi lagi pada masing-masing minggu, yaitu minggu ke-1 (1-7 hari) 1,8 lliter/hari/100 ekor; minggu ke-2 (8-14 hari) 3,1 liter/hari/100 ekor, minggu ke-3 (15-21 hari) 4,5 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-4 (22-29 hari) 7,7 liter/hari/ekor. Jadi jumlah air minum yang dibutuhkan sampai umur 4 minggu adalah sebanyak 122,6 liter/100 ekor. Pemberian air minum pada hari pertama hendaknya diberi tambahan gula dan obat anti stress kedalam air minumnya. Banyaknya gula yang diberikan adalah 50 gram/liter air.
b.     Fase finisher (umur 30-57 hari), terkelompok dalam masing-masing minggu yaitu minggu ke-5 (30-36 hari) 9,5 liter/hari/100 ekor, minggu ke-6 (37-43 hari) 10,9 liter/hari/100 ekor, minggu ke-7 (44-50 hari) 12,7 liter/hari/100 ekor dan minggu ke-8 (51-57 hari) 14,1 liter/hari/ekor. Jadi total air minum 30-57 hari sebanyak 333,4 liter/hari/ekor.
Cara Pemberian Pakan:
a.       Untuk anak ayam umur 1 - 6 hari (kutuk), pakan ditabur atau sediakan pada wadah yang mudah terjangkau, jenis pakan yang dipakai adalah ransum ayam ras starter (pakan komersial).
b.      Ayam umur 7 hari s/d 1 bulan dapat diberikan pakan campuran yaitu pakan ayam ras starter dicampur dengan katul dan dedak halus, dengan perbandingan 1: 1 atau jagung giling dan katul dengan perbandingan 2 : 1 dan dapat di tambah protein hewani.
c.       Ayam umur 2-4 bulan dan seterusnya, diberikan pakan campuran, dedak halus, jagung giling, dan pakan komersil dengan perbandingan 3:1:1 dan dapat di tambahan gabah, gaplek dan tepung ikan.
2.5. Vaksinasi dan Pencegahan Penyakit
1. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam untuk menimbulkan kekebalan alami. Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo. Dilaksanakan pada umur 4 hari dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain B1 dan pada umur 21 hari dengan vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air minum.
Vaksin adalah mikroorganisme penyebab penyakit yang sudah dilemahkan atau dimatikan dan mempunyai sifat immunogenik. Immunogenik artinya dapat merangsang pembentukan kekebalan. Vaksinasi adalah proses memasukkan vaksin ke dalam tubuh ternak dengan tujuan supaya ternak tersebut kebal terhadap penyakit yang disebabkan organisme tersebut. Vaksin ada dua macam, yaitu vaksin aktif dan vaksin inaktif. Vaksin aktif adalah vaksin yang mikroorganismenya masih aktif atau masih hidup. Biasanya vaksin aktif berbentuk sediaan kering beku, contoh: MEDIVAC ND LA SOTA, MEDIVAC ND-IB dan MEDIVAC GUMBORO A. Vaksin inaktif adalah vaksin yang mikroorganismenya telah dimatikan. Biasanya berbentuk sediaan emulsi atau suspensi, contoh: MEDIVAC ND-EDS EMULSION, MEDIVAC CORYZA B (Jahja, 2000).
Pelaksanaan Kegiatan vaksinasi dapat dilakukan dengan cara membagi ayam menjadi 2 kelompok besar dalam sekatan. Ayam kemudian digiring ke dalam 2 sekatan yang terbentuk. Vaksinasi dilakukan mulai dari pen terakhir hingga pen pertama. Ayam yang telah divaksinasi diletakan diluar sekatan hingga kemungkinan terjadinya pengulangan vaksinasi dapat diminimalisir.
Pemberian vaksin dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti tetes mata, hidung, mulut (cekok), atau melalui air minum. Vaksinasi harus dilakukan dengan benar sehingga tidak menyakiti, unggas dan mempercepat proses vaksinasi, dan tidak meninggalkan sisa sampah dari peralatan vaksinasi seperti suntikan, sarung tangan, masker maupun sisa vaksin yang digunakan (botol vaksin). Unggas yang divaksin harus benar- benar dalam keadaan sehat tidak dalam kondisi sakit maupun stress sehingga akan mendapatkan hasil yang maksimal dan tidak terjadi kematian dalam proses vaksinasi. Tata cara vaksinasi harus ditempat yang teduh, bersih, vaksin tidak dalam kondisi sakit maupun stress sehingga tidak merusak vaksin. Program vaksinasi untuk unggas, harus disesuaikan dengan umur dari unggas tersebut dan harus berhati-hati dalam memvaksin karena sangat sensitif terhadap jarum suntik dan dapat menimbulkan stress dan kematian mendadak (Jahja, 2000).
  1. Penyakit dan pencegahannya
  Penyakit yang sering menyerang ayam broiler yaitu:
1)      Tetelo (Newcastle Disease/ND)
Pertama kali ditemukan oleh Kraneveld di Jakarta (1926). Setahun kemudian, virus tetelo ditemukan juga di Newcastle (Inggris). Sejak saat itu, penyakit ini dikenal sebagai newcastle disease (NCD) dan ditemukan di berbagai penjuru dunia. Di India, penyakit ini dikenal dengan nama aanikhet. Penyakit ini merupakan suatu infeksi viral yang menyebabkan gangguan pada saraf pernapasan. Disebabkan virus Paramyxo yang bersifat menggumpalkan sel darah dan biasanya dikualifikasikan menjadi:
a.          Velogenik
b.         Mesogenic
c.          Lentogenik
1.         Tipe Velogenik yaitu Strain yang sangat berbahaya atau disebut dengan Viscerotropic Velogenic Newcastle Disease (VVND) Tipe Velogenic ini menyebabkan kematian yang luar biasa bahkan hingga 100%.
2.         Tipe Mesogenic Kematian tipe mesogenic pada anak ayam mencapai 10% tetapi ayam dewasa jarang mengalami kematian. Pada tingkat ini ayam akan menampakan gejala seperti gangguan pernapasan dan saraf.
3.         Tipe Lentogenik merupakan stadium yang hampir tidak menyebabkan kematian. Hanya saja dapat menyebabkan produktivitas telur menjadi turun dan kualitas kulit telur menjadi jelek. Gejala yang tampak tidak terlalu nyata hanya terdapat sedikit gangguan pernapasan.
Virus ini tidak akan bertahan lebih dari 30 hari pada lokasi pemaparan.
Gejala: ayam sering megap-megap, nafsu makan turun, diare dan senang berkumpul pada tempat yang hangat, ayam sulit bernafas, batuk-batuk, bersin, timbul bunyi ngorok, lesu, mata ngantuk, Jengger dan kepala kebiruan, kornea menjadi keruh, sayap turun, tinja encer kehijauan kadang berdarah. Setelah 1 sampai 2 hari muncul gejala (tortikolis) syaraf, yaitu kaki lumpuh, leher berpuntir dan kepala ayam berputar-putar yang akhirnya mati. Belum ada obat yang dapat menyembuhkan, maka untuk mengurangi kematian, ayam yang masih sehat divaksin ulang atau dengan melakukan vaksinasi melalui tetes mata atau hidung pada anak ayam umur 3-4 hari, umur 3 minggu dan setiap 3 bulan secara teratur, peralatan dan kandang dijaga supaya tetap bersih. Vaksinasi pertama ayam umur 3-4 hari dengan vaksin Bl, diulangi setelah 3 minggu dengan vaksin Lasota dan kemudian setiap 3 bulan. Dan dijaga agar lantai kandang tetap kering.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungan dan peralatan yang tercemar virus, binatang vektor penyakit tetelo, ayam yang mati segera dibakar/dibuang; (2) pisahkan ayam yang sakit, mencegah tamu masuk areal peternakan tanpa baju yang mensucihamakan/ steril serta melakukan vaksinasi NCD. Sampai sekarang belum ada obatnya.
2)      Penyakit cacar ayam
Dengan memberikan vaksinasi, mencungkil kutil-kutil dengan gunting dan diolesi dengan yodium tintur, atau obat anti infeksi dan cuci hamakan kandang.
3)      Gumboro (Infectious Bursal Disease/IBD)
Penyakit gumboro (Infectious Bursal Disease / IBD) ini ditemukan tahun 1962 oleh Cosgrove di daerah Delmarva Amerika Serikat. Penyakit Gumboro merupakan penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang disebabkan virus golongan Reovirus. Ayam yang terkena penyakit Gumboro akan menunjukkan gejala seperti hilangnya nafsu makan,  gangguan saraf, merejan, suka bergerak tidak teratur, diare, tubuh gemetar, peradangan disekitar dubur, bulu di sekitar anus kotor dan lengket serta diakhiri dengan kematian ayam. Sering menyerang pada umur 36 minggu. Dapat dilakukan adalah pencegahan dengan vaksin Gumboro. Penyakit Gumboro menyerang kekebalan tubuh ayam, terutama bagian fibrikus dan thymus. Kedua bagian ini merupakan pertahanan tubuh ayam. Pada kerusakan yang parah, antibodi ayam tersebut tidak terbentuk. Karena menyerang system kekebalan tubuh, maka penyakit ini sering disebut sebagai AIDSnya ayam.
Penyakit Gumboro sendiri sebenarnya memang tidak menyebabkan kematian secara langsung pada ayam, tetapi karena adanya infeksi sekunder yang mengikutinya akan menyebabkan kematian dengan cepat karena virus Avibirnavirus bersifat imunosupresif yang menyebabkan kekebalan tubuhnya tidak bekerja sehingga memudahkan kawanan ayam yang diserang oleh virus dan infeksi sekunder oleh bakteri. penyakit Gumboro merupakan penyakit yang dapat merusak morfologi dan fungsi organ limfoid primer, terutama bursa fabricius. Rusaknya bursa fabricius akan mengakibatkan suboptimalnya pembentukan antibodi terhadap berbagai program vaksinasi, sehingga kepekaan terhadap berbagai agen penyakit menjadi meningkat.. Penyakit ini menyerang bursa fabrisius, khususnya menyerang anak ayam umur 3–6 minggu.
Penularan penyakit Gumboro atau IBD dapat melalui kontak langsung antara ayam yang muda dengan ayam yang sakit atau terinfeksi pada peternakan yang mempunyai ayam berbagai umur dapat mengakibatkan infeksi ini terus menyebar dan sangat sulit dikendalikan. Penularan secara langsung melalui kotoran dan tidak langsung melalui pakan, air minum dan peralatan yang tercemar.
Peralatan, kandang, air minum dan pakaian petugas yang terkontaminasi Gumboro dapat juga memperparah kejadian penyakit tersebut. Penyakit Gumboro tidak menular dengan perantaraan telur dan ayam yanng sudah sembuh tidak menjadi carrier.
Penanggulangan Gumboro ini dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu vaksinasi, dan menjaga kebersihan lingkungan kandang.
Tips yang dapat digunakan untuk disinfeksi kandang ayam yang pernah tercemar virus gumboro. Disarankan penggunaan formalin 10 % (1 bagian formalin 38 % dicampur ke dalam 9 bagian air) atau dengan 0,25% larutan soda api (2,5 gram soda api kedalam 1 liter air).
Pengobatan Gumboro dapat dengan pemberian obat-obat untuk gumboro, juga ada obat tradisional dengan penggunaan daun teh.
4)      Penyakit Ngorok (Chronic Respiratory Disease)
Merupakan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Mycoplasma gallisepticum. Gejala yang nampak adalah ayam sering bersin dan ingus keluar lewat hidung dan ngorok saat bernapas. Pada ayam muda menyebabkan tubuh lemah, sayap terkulai, mengantuk dan diare dengan kotoran berwarna hijau, kuning keputih-keputihan. Penularan melalui pernapasan dan lendir atau melalui perantara seperti alat-alat. Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obatan yang sesuai. Untuk ayam broiler atau ayam pedaging penyakit CRD masih menduduki posisi pertama  (yang sering menyerang ayam pedaging).
Berikut urutan penyakit yang sering menyerang ayam pedaging:
1.         CRD komplek 20.32%
2.         CRD 19.36%
3.         Korisa 17.97%
4.         Colibacillosis 14.12%
5.         Gumboro 8.24 %
6.         Koksi 4.49%
7.         ND 3.85%
8.         Leucocytozoonosis 3.21%
9.         Kolera 2.14 %
10.     AI 2.03%
Jadi kesimpulan dari data di atas bahwa penyakit CRD kompleks sangat berbahaya pada ayam dewasa tidak sampai menimbulkan kematian yang terlihat secara signifikan. walaupun kadar kesakitan terhadap ayam tersebut sangat tinggi.

Apabila sudah terlihat gejala dari penyakit ngorok maka segera mungkin untuk ditangani karena dikhawatirkan penyakit E.coli akan masuk kedalam tubuh ayam dan menjangkit secara perlahan dan akan terjadilah penyakit yang sangat berbahaya yang di sebut dengan CRD komplek.
Dan dalam penggunaan obat, sangat di anjurkan sekali bahwa setiap 4 periode pemeliharaan, pemakaian obat-obatan atau antibiotik harus di lakukan penggantian, maksudnya untuk mencegah terjadinya resistensi obat pada ayam.
5)      Berak Kapur (Pullorum)
Disebut penyakit berak kapur karena gejala yang mudah terlihat adalah ayam diare mengeluarkan kotoran berwarna putih dan setelah kering menjadi seperti serbuk kapur. Disebabkan oleh bakteri Salmonella pullorum (Anonimus, 2009).
Kematian dapat terjadi pada hari ke-4 setelah infeksi. Penularan melalui kotoran. Pengobatan belum dapat memberikan hasil yang memuaskan, yang sebaiknya dilakukan adalah pencegahan dengan perbaikan sanitasi kandang. Infeksi bibit penyakit mudah menimbulkan penyakit, jika ayam dalam keadaan lemah atau stres. Kedua hal tersebut banyak disebabkan oleh kondisi lantai kandang yang kotor, serta cuaca yang jelek. Cuaca yang mudah menyebabkan ayam lemah dan stres adalah suhu yang terlalu panas, terlalu dingin atau berubah-ubah secara drastis. Penyakit, terutama yang disebabkan oleh virus sukar untuk disembuhkan. Untuk itu harus dilakukan sanitasi secara rutin dan ventilasi kandang yang baik (Anonimus, 2009). Pullorum merupakan penyakit menular pada ayam yang dikenal dengan nama berak putih atau berak kapur (Bacilary White Diarrhea= BWD). Penyakit ini menimbulkan mortalitas yang sangat tinggi pada anak ayam umur 1-10 hari. Selain ayam, penyakit ini juga menyerang unggas lain seperti kalkun, puyuh, merpati, beberapa burung liar.

Etiologi
Pullorum atau Berak kapur disebabkan oleh bakteri salmonella pullorum dan bakteri gram negatif. Bakteri ini mampu bertahan ditanah selama 1 tahun.
Kejadian penyakit. Di Indonesia penyakit pullorum merupakan penyakit menular yang sering ditemui. Meskipun segala umur ayam bisa terserang pullorum tapi angka kematian tertinggi terjadi pada anak ayam yang baru menetas. Angka morbiditas pada anak ayam sering mencapai lebih dari 40% sedangkan angka mortalitas atau angka kematian dapat mencapai 85%.
Cara penularan
Penularan penyakit Pullorum dapat melalui 2 jalan yaitu:
-Secara vertikal yaitu induk menularkan kepada anaknya melalui telur.
-Secara horizontal terjadi melalui kontak langsung antara unggas secara klinis sakit dengan ayam karier yang telah sembuh, sedangkan penularan tidak langsung dapat melalui kontak dengan peralatan, kandang, litter dan pakaian dari pegawai kandang yang terkontaminasi.
Gejala klinis
-          Nafsu makan menurun
-          Feses (kotoran) kotoran berwarna putih seperti kapur
-          Kotorannya menempel di sekitar dubur berwarna putih
-          Kloaka akan menjadi putih karena feses yang telah kering
-          Jengger berwarna keabuan
-          Mata menutup dan nafsu makan turun
-          Badan anak ayam menjadi lemas
-          Sayap menggantung dan kusam
-          Lumpuh karena arthritis
-          Suka bergerombol
Diagnosis
Isolasi dan identifikasi salmonella pullorum dapat diambil melalui hati, usus maupun kuning telur dapat dilakukan pembiakan kedalam medium. Ayam karier yang sudah sembuh dapat diidentifikasi dengan penggumpalan darah secara cepat (rapid whole blood plate aglutination test).
Pengobatan
Pengobatan Berak Kapur dilakukan dengan menyuntikkan antibiotik seperti furozolidon, coccilin, neo terramycin, tetra atau mycomas di dada ayam. Obat-obatan ini hanya efektif untuk pencegahan kematian anak ayam, tapi tidak dapat menghilangkan infeksi penyakit tersebut. Sebaiknya ayam yang terserang dimusnahkan untuk menghilangkan karier yang bersifat kronis.
Pencegahan
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan oleh para peternak ayam adalah :

1.      Menjaga kebersihan lingkungan hidup ayam.

2.      Menjaga kebersihan kandang dengan cara disucihamakan dengan menggunakan larutan kaporit ( takaran 1 : 1.000 ).

3.      Pengapuran kandang.

4.      Pembuangan kotoran ayam jauh dari lokasi peternakan.

5.      Perlindungan dari serangan berbagai macam hewan liar.

6.      Pengkarantinaan ayam yang terserang penyakit.

7.      Pemusnahan bangkai ayam ( dibakar atau dipendam ).

8.      Ayam yang dibeli dari distributor penetasan atau suplier harus memiliki sertifikat bebas salmonella pullorum.

9.      Melakukan desinfeksi pada kandang dengan formaldehyde 40%.

10.  Ayam yang terkena penyakit sebaiknya dipisahkan dari kelompoknya, sedangkan ayam yang parah dimusnahkan.

6)      Berak darah (Coccidiosis)
Gejala: tinja berdarah dan mencret, nafsu makan kurang, sayap terkulasi, bulu kusam menggigil kedinginan.
Pengendalian: (1) menjaga kebersihan lingkungaan, menjaga litter tetap kering; (2) dengan Tetra Chloine Capsule diberikan melalui mulut; Noxal, Trisula Zuco tablet dilarutkan dalam air minum atau sulfaqui moxaline, amprolium, cxaldayocox.
Kholera atau dikenal juga dengan nama fowl cholera, avian pasteurellosis dan avian hemorrhagic septicaemia merupakan salah satu penyakit infeksius yang banyak menyebabkan masalah di peternakan ayam dan kalkun. Kholera merupakan penyakit bakterial yang umum ditemukan pada peternakan kecil di Asia. Mortalitas dapat mencapai 80% terutama pada musim penghujan. Penyakit ini biasanya menyerang ayam diatas 6 minggu ditandai dengan adanya peningkatan angka kematian yang mendadak dan tidak terduga. Kholera banyak ditemukan pada ayam yang stress akibat sanitasi yang jelek, malnutrisi, kandang terlalu padat, dan adanya penyakit lain. Kalkun lebih rentan terhadap penyakit ini dibandingkan dengan ayam, dan ayam yang tua lebih rentan dibanding yang masih muda. Mengingat tingkat kerentanan dan pengelolaan peternakan, kasus kholera di Indonesia lebih banyak ditemukan pada ayam petelur dibandingkan dengan ayam pedaging. Hal ini terkait dengan masa pemeliharaan ayam pedaging yang cukup pendek, serta kebiasaan peternak yang akan memanen ayamnya lebih cepat apabila ditemukan kasus penyakit untuk mencegah kerugian yang besar. Kholera disebabkan oleh Pasteurella multocida, bakteri gram negatif yang ditemukan oleh Louis Pasteur pada tahun 1880-an. P. multocida sangat rentan terhadap disinfektan biasa, sinar matahari dan panas. Akan tetapi masih bisa bertahan sekitar 1 bulan di kotoran, 3 bulan di karkas dan antara 2-3 bulan di tanah yang lembab. Infeksi dapat terjadi melalui rute mulut dan saluran pernafasan.
Kholera dapat masuk ke peternakan melalui burung, tikus, orang atau peralatan yang pernah kontak dengan penyakit. Penyebaran antar flok dapat disebabkan oleh minuman yang terkontaminasi, kotoran dan discharge hidung.
Pada kasus yang akut, kematian ayam merupakan gejala pertama yang nampak. Demam, turunnya konsumsi pakan, discharge dari mulut, diare dan gejala pernafasan dapat pula terlihat. Gejala lain termasuk sianosis dan pembengkakan jengger. Ayam yang bertahan hidup menjadi kronis atau dapat pula sembuh, sedangkan yang lain bisa mati karena dehidrasi. Pada kasus lebih lanjut, ayam akan menunjukan gejala penurunan berat badan dan pincang karena infeksi pada persendian.
Pada awal kasus angka kematian berkisar antara 5-15% bahkan bisa lebih tinggi apabila terjadi bersamaan denga kasus penyakit lain. Angka kematian akan menurun sampai 2-5% ketika kasusnya menjadi kronis. Ayam yang tertular secara kronis dapat mati, tetap tertular dalam jangka waktu yang panjang atau sembuh. Persentase yang tinggi dari ayam di dalam flok akan menjadi carriers walaupun terlihat normal atau sehat dan merupakan sumber utama penularan. Penyebaran P multocida didalam flok terjadi melalui eksresi dari mulut, hidung, dan konjungtiva unggas yang sakit dan kemudian mengkontaminasi lingkungan. Selain dari ayam yang selamat dari bentuk akut, kasus kronis ditemukan pada ayam yang tertular agen yang tidak terlalu ganas.
Ayam yang tertular secara kronis akan mengeluarkan agen penyakit sepanjang hidupnya. P. multocida dapat ditemukan dalam semua jaringan pada unggas yang mati dengan gejala septicemia, sehingga praktek kanibalisme juga merupakan faktor penyebaran yang sangat penting bagi penyakit ini.
Diagnosa
Diagnosa positif hanya dapat dilakukan apabila dilakukan isolasi serta identifikasi P. Multocida di laboratorium. Diagnosa tentatif bisa dilakukan berdasarkan sejarah, gejala klinis dan patologi anatomi. Walaupun sejarah dan gejala klinis menunjukan kemungkinan ditemukannya kholera, agen penyebab sebaiknya tetap diisolasi sehinga isolat dapat diuji untuk tingkat kepekaannya terhadap antibiotik.
Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah melalui penerapan biosecuriti yang baik, kontrol rodensia, dan hygiene peternakan. Selain itu sebagai alat pencegahan, bacterin dapat digunakan pada umur 8 dan 12 minggu serta vaksin pada umur 6 minggu. Semua langkah dasar dari program biosekuriti diperlukan untuk mencegah masuknya penyakit. Orang sebagai sumber penularan yang paling dominan harus dikontrol dengan baik. Hanya orang-orang yang perlu masuk kandang saja yang bisa masuk kedalam kandang dan inipun harus melalu prosedur pencucian tangan dengan sabun dan kalau memang memungkinkan untuk selalu memakai pakaian kandang yang baru dan sepatu boot yang bersih. Program sanitasi yang baik untuk kandang dan peralatan juga sangat penting, terutama ke
tika persiapan memasukan unggas baru. Hal yang paling penting adalah pembersihan dan disinfeksi peralatan pakan dan minum. Pengawasan yang ketat untuk tiap pemasukan pakan, peralatan kandang dan juga orang sangat diperlukan untuk mencegah masuknya kholera.
Berikut hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah kasus kholera:

1.         Ayam yang sakit dan mati di pisahkan dari ayam yang sehat untuk kemudian di musnahkan (disposal yang baik)

2.         Apabila wabah telah terjadi, dilakukan depopulasi, pembersihan dan desinfeksi kandang serta peralatan kandang

3.         Jeda waktu antara ayam tua yang di afkir dan penggantinya

4.         Kontrol rodensia dan hama lainnya

5.         Sumber air minum yang aman dan bersih

6.         Mencegah kontak antara ayam dengan hewan lain dan burung liar

7.         Bacterin dan vaksinasi

8.         Pengobatan Jenis sulfa dan antibiotik (sulfadimethoxine, sulfaquinoxaline, sulfamethazine, sulfaquinoxalene, penicillin, tetracycline, erythromycin, streptomycin).

Penggunaan vaksin atau bacterin

Vaksinasi dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini, akan tetapi perlu diingat bahwa vaksinasi hanya merupakan alat pencegahan bagi peternakan yang berisiko tinggi terkena kholera karena berdekatan dengan peternakan tertular. Vaksinasi kholera sendiri sebenarnya mempunyai risiko, sebagai contoh: vaksin hidup walaupun akan memberikan pertahanan juga akan menghasilkan efek samping yang tidak diharapkan. Bacterin killed, akan memberikan hasil tingkat antibodi yang baik, tetapi hanya spesifik untuk strain yang digunakan.

Pengobatan

Pengobatan untuk kholera sebaiknya dijadikan alternatif terakhir. Pengobatan hanya efektif apabila dilakukan pada awal-awal kasus sebelum terlalu banyak ayam yang tertular dan penyakit menjadi kronis. Walaupun pengobatan dapat mengurangi dampak dari wabah, ayam tertular dapat saja kambuh lagi apabila pengobatan dihentikan. Sehingga pengobatan perlu diperpanjang dengan penambahan obat ke pakan dan minuman. Perlu diingat bahwa penggunaan antibiotik atau sulfa harus berdasarkan hasil tes sensitifitas terhadap agen yang diisolasi dari lokasi kasus. Pengobatan dapat mengurangi angka kematian dan mempertahankan tingkat produksi. Akan tetepi apabila infeksi kronis sudah ditemukan, keuntungan pengobatan sangat sulit untuk dapat dilihat. Sulfaquinoxaline sodium dalam pakan atau air minum biasanya dapat mengontrol angka kematian, begitu pula halnya dengan sulfamethazine dan sulfadimethoxine. Penggunaan tetracycline dosis tinggi dalam pakan (0.04%), air minum atau injeksi dapat pula bermanfaat untuk pengobatan. Penicillin efektif digunakan untuk infeksi yang resisten terhadap sulfa. Perlu diperhatikan bahwa pengobatan dengan sulfa akan menghasilkan residu di daging dan telur. Antibiotik dapat digunakan dengan menggunakan dengan dosis yang lebih tinggi dan jangka waktu yang cukup panjang untuk menghentikan wabah. Mengingat adanya efek samping residu yang tidak diharapkan, semua pengobatan sebaiknya dikonsultasikan dengan dokter hewan yang dapat menilai efektifitas dan keamanan dari penggunaan sulfa dan antibiotik ini.

8)      Sindrom Kerdil Ayam  

Masih kerap terdengar bila kita melakukan kunjungan lapangan ke peternak – peternak ayam pedaging (broiler), adanya keluhan mengenai ketidak – seragaman ayam yang dipeliharanya. Menurut penuturan mereka, pada saat doc tiba kondisinya terlihat seragam, tetapi setelah ayam mulai menginjak usia di atas 14 hari, baru terlihat adanya ayam yang terlambat pertumbuhannya.

Pertumbuhan yang tidak seragam pada ayam broiler memang banyak penyebabnya seperti :

·             Doc berasal dari Bibit Muda atau Bibit Tua Sekali

·             Multi strain dalam satu flock / kandang

·             Kurang tempat pakan dan tempat minum

·             Kepadatan ayam di kandang yang terlalu tinggi

·             Penyakit infectious seperti Coccidiosis

·             Sindroma Kekerdilan pada Broiler ( Runting and Stunting Syndrome )

Pada umumnya para peternak berpendapat bahwa beberapa penyebab yang menyebabkan ayamnya tidak seragam seperti karena doc, multistrain dalam satu kandang, kurang peralatan makan dan minum, kepadatan ayam dalam kandang dan penyakit coccidiosis, mereka sudah dapat mengatasinya di lapangan. Tetapi untuk sindroma kekerdilan atau runting and stunting syndrome, para peternak masih meraba-raba penyebabnya, karena kejadian di lapangan kadang ada dan kadang tidak ada  atau hilang dengan sendirinya. 

Sindroma Kekerdilan pada Broiler mempunyai berbagai ragam nama lain seperti :

·            Malabsorption Syndrome

·            Stunting Syndrome

·            Reovirus Malabsorption

·            Pale Bird Syndrome

·            Helicopter Disease

·            Brittle – bone Disease

Sindroma kekerdilan didefinisikan sebagai : Sekelompok ayam (umumnya terjadi 5-40% populasi ) yang mengalami laju pertumbuhan yang kurang pada kisaran usia 4-14 hari.  Dimana setelah pada awalnya pertumbuhan tertekan, kemudian kembali normal, tetapi tetap lebih kecil dari yang normal.

Bila kondisi di atas dialami peternak broiler maka beberapa kerugian sudah nampak di depan mata seperti : tingginya ayam culling; tingginya FCR; rataan berat badan di bawah standar; berat badan yang sangat bervariasi, hal mana akan menjadi masalah bila ada kontrak dengan “slaughter house” / rumah potong ayam; masalah dengan penjualan karena banyaknya ayam yang kecil.

Pertanyaannya adalah apakah kejadian kekerdilan pada broiler ini hanya merupakan sindroma saja ataukah merupakan penyakit yang sangat banyak penyebabnya ? / Multifactorial Causative Disease ?

Beberapa ahli penyakit ayam menyatakan bahwa runting and stunting syndrome terdiri atas tiga bentuk yaitu Enteritic; Pancreatic dan Proventricular (yang mana hal tersebut lebih didasarkan kepada organ yang diserangnya), yang paling penting sindroma kekerdilan ini merupakan sindroma penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor.

PENYEBAB SINDROMA KEKERDILAN

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya yaitu :

·             Penyebab berasal dari Pembibitan

·             Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery

·             Penyebab berasal dari Manajemen Produksi

·             Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi

·             Penyebab berasal dari Lingkungan

·             Penyebab berasal Penyakit

1.      Penyebab berasal dari Pembibitan.

Beberapa hal yang berasal dari Pembibitan yang dapat menyebabkan doc yang dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :

·            Telur tetas kecil (telur tetas yang berasal dari usia induk < 35 minggu dan atau biasanya pada saat puncak produksi)

·            Maternal antibodi Reo-virus yang diturunkan rendah, padahal DOC perlu Maternal Antibodi yang tinggi

·            Akan lebih parah apabila induknya positif Salmonella enteritidis

·            Walaupun demikian kekerdilan  bukan merupakan penyakit yang diturunkan

2.      Penyebab berasal dari Penetasan / Hatchery.

Beberapa hal yang berasal dari Penetasan / Hatchery yang dapat menyebabkan doc yang dihasilkan mengalami sindroma kekerdilan antara lain :

·         Waktu koleksi telur tetas yang terlalu lama

·         Tidak dilakukannya grading telur tetas yang akan dimasukkan ke mesin tetas

·         Bercampurnya telur tetas yang berasal dari usia induk yang sangat jauh berbeda

·         Terlalu lama proses penanganan di ruang seleksi sehingga doc mengalami stress

·         Kurang representatifnya alat angkut doc (chick van) dari Hatchery ke Peternak / kandang pemeliharaan.

3.      Penyebab berasal dari Manajemen Produksi

Manajemen Produksi juga dapat menjadi penyebab terjadinya sindroma kekerdilan seperti :

·             Biosecurity yang buruk

·             Farm terdiri dari beberapa usia (multi ages)

·             Kurang baiknya kualitas doc yang dipelihara

·             Penanganan doc yang kurang baik terutama waktu periode brooding

·             Cara pemberian, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan tidak benar

4.      Penyebab berasal dari Pakan / Nutrisi

Kandungan yang terdapat pada pakan jika kurang atau berlebihan kadang menimbulkan pertumbuhan yang kurang baik bagi ayam yang dipelihara misalnya

·            Gejala sering seperti ayam yang terserang mycotoxicosis, khususnya Aflatoxicosis

·            Penggunaan Bungkil Kacang Kedelai yang berkualitas rendah

·            Penggunaan Canola Meal dan Protein Hewani lebih daripada 8%

·            Tidak ada atau rendah kandungan Natrium (khusus di Asia)

·            Penggunaan vitamin yang kurang, khususnya pada pakan Breeder.

5.      Penyebab berasal dari Lingkungan.

Menempatkan ayam pada kondisi lingkungan yang kurang kondusif akan juga mengakibatkan ayam terkena sindroma kekerdilan, seperti :

·         Lingkungan kandang yang bersuhu dan kelembaban terlalu tinggi

·         Liingkungan kandang yang terlalu padat populasi ayamnya dan terdiri dari berbagai usia

·         Lingkungan kandang merupakan daerah endemik penyakit yang bersifat imunosupresif.

6.      Penyebab berasal dari Penyakit.

Ada beberapa penyakit yang dapat memicu timbulnya sindroma kekerdilan, dimana penyakit tersebut umumnya menimbulkan stress dan khususnya bersifat immunosupresif, seperti :

·            Infeksi Reo virus

·            Infeksi Mareks Disease, hal ini dapat terjadi terutama di Asia karena Broiler di Asia tidak divaksinasi

·            Chicken Anemia Virus, vaksinasi tidak dilakukan di beberapa negara

·            ALV – J, diduga ada korelasi positif dengan sindroma kekerdilan

·            Infectious Bursal Disease / Gumboro, beberapa negara hanya memakai strain klasik untuk vaksinasinya

·            Avian Nephritis Virus

·            Reaksi yang berlebihan dari vaksinasi ND dan IB

Penyebab utama yang paling berperanan adalah Reo virus dengan spesifikasi sebagai berikut :

Virus tidak berselubung / amplop, tahan panas dan dapat hidup :

·            pada 600 C selama 8 – 10 jam

·            pada 560 C selama 22 – 24 jam

·            pada 370 C selama 15 – 16 minggu

·            pada 220 C selama 48 – 51 minggu

·            pada 40 C selama lebih dari 3 tahun

·            pada - 630 C selama lebih dari 10 tahun

PENULARAN PENYAKIT

·            Penularan dapat terjadi secara horizontal

·            Melalui jalur respirasi

·            Penularan secara vertikal dengan suatu percobaan dengan cara inokulasi induk usia 15 bulan, ternyata pada doc  hasil tetasannya (17 – 19 hari post inokulasi) mengandung virus reo

GEJALA KLINIS

Biasanya mulai terlihat pada usia 4 – 8 hari dengan ciri-ciri :

·            Malas bergerak

·            Bulu kusam

·            Coprophagia (faeces / litter eating)

·            Bila di uji gula darahnya “ Hypoglycaemic ”

·            Hanya sebagian populasi yang terkena dengan kategori :

-  5 – 10 % populasi dengan kategori RINGAN

- 10 – 30 % populasi dengan kategori BURUK

- 30 % populasi dengan kategori BENCANA

Biasanya terlihat pada usia 2 minggu :

·            Bulu sekitar kepala dan leher tetap “ Yellow Heads”

·            Bulu primer sayap patah / dislokasi “ Helicopter Birds “ / “ Stress Banding”

·            Tulang kering / betis berwarna pucat

·            Jika diperiksa kotorannya masih utuh / makanan hanya lewat saja.



9) Colibacillosis 

Collibacillosis adalah Penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh kuman Echerichia coli yang pathogen / ganas baik secara primer maupun secara sekunder. Colibacillosis pertama kali ditemukan pada tahun 1894, setelah itu banyak kejadian-kejadian colibacillosis sehingga memperkaya dan saling melengkapi mengenai penyakit ini baik kejadian di lapangan maupun penelitian di laboratorium.

Kuman pada umumnya menular secara horizontal, dan secara garis besar dibagi menjadi 2 penyebab utama yaitu :

·             Dari dalam, yaitu yang berasal dari anak ayam / ayam itu sendiri, seperti kejadian Radang pusar atau Omphalitis, Stress ataupun Dehydrasi akibat perjalanan. Dalam saluran pencernaan ayam ada ≤ 106 /gr, dimana 10 – 15 % adalah berpotensi menjadi pathogen / ganas.

·             Dari luar, yaitu yang berasal dari kontaminan lingkungan sekitar / area kandang dan atau yang berasal dari bahan sapronak yang tidak bersih misalnya kontaminan berasal dari pakan, air dan udara yang tercemar Escherichia coli  

Walaupun penyebabnya sama yaitu infeksi bakteri Escherichia coli, tetapi di lapangan banyak dikenal berbagai macam penyakit yang merupakan berbagai bentuk manifestasi akibat terinfeksi bakteri ini, diantaranya adalah :

1.      Kematian Embrio / Omphalitis

2.      Air Sacculitis / Radang Kantung Hawa

3.      Colisepticemia/ Koliseptisemia

4.      Panophthalmitis

5.      Swolen Head Syndrome

6.      Coli Granuloma / Hjarres Diseases

Pencegahan

·      Usahakan agar anak ayam yang dipelihara berasal dari pembibitan yang bebas dari penyakit pernapasan seperti CRD, IB dan ND.

·      Jika anak ayam sudah terlanjur masuk di kandang, anak ayam yang sudah terinfeksi dengan bakteri Escherichia coli agar diafkir

·      Jalankan selalu prinsip water treatment / pengobatan air secara efektif dan berkesinambungan, untuk menurunkan populasi bakteri dalam air minum.

·      Perhatikan selalu ventilasi, agar ayam selalu mendapat udara yang segar, bersih dan sehat

·      Laksanakan biosecurity secara terpadu, agar kondisi farm sesedikit mungkin mengandung kontaminan khususnya bakteri Escherichia coli.

·      Jaga selalu kekeringan litter kandang agar tidak terlalu kering juga tidak terlalu basah, Untuk itu perlu diperhatikan selalu kepadatan populasi agar kondisi kekeringan litter mudah untuk dikendalikan

·      Spray ruang kandang setiap hari menggunakan campuran air dengan BIODES-100, SEPTOCID atau GLUTAMAS sangat berguna disamping untuk menjaga kelembaban juga mengurangi density bakteri di ruang kandang. 

·      Bila ayam selalu terserang infeksi Escherichia coli yang parah pada usia di atas tiga minggu, tidak ada salahnya lakukan penyuntikan doc pada usia 4 hari pertama dengan antibiotika secara subkutan bisa dengan memakai GENTIPRA atau HIPRASULFA – TS sesuai dengan dosis yang dianjurkan

·      Alternatif vaksinasi inaktif kombinasi O2K1 dan O78K80, dalam pelaksanaannya masih terjadi pro dan kontra akan efektifitas kegunaannya, karena belum ada hasil yang sangat nyata

·      Hal yang paling penting untuk dilakukan agar serangan infeksi bakteri Escherichia coli tidak menjadikan ayam peliharaan menjadi menderita adalah dengan cara menciptakan ayam senyaman mungkin tinggal dalam kandangnya, dengan kata lain jangan sampai ayam mengalami stress, karena stress merupakan pencetus utama ayam terserang infeksi bakteri ini.

Pengobatan 

Kuman E. coli kebanyakan sensitif / peka terhadap beberapa antibiotika seperti kelompok aminoglukosida (NEOXIN), polipeptida (MOXACOL), tetrasiklin, Sulfonamida, trimethoprim (COLIMAS) dan Quinolon (CIPROMAS, ENROMAS).

Apabila  setelah diobati dengan berbagai antimikroba tidak terjadi perubahan kearah penyembuhan, maka perlu dilakukan uji sensitivitas.

Pencegahan dengan menggunakan obat suntik Hiprasulfa – TS dan Gentipra, serta spray kandang dengan desinfektan Biodes-100, Septocid dan Glutamas, maupun pengobatan dengan menggunakan Neoxin, Moxacol, Colimas, Cipromas maupun Enromas, agar diperhatikan benar cara dan dosis pemakaiannya dan dilaksanakan sesuai dengan anjuran dari pembuatnya, agar mendapatkan efek pengobatan yang maksimal.

 

10)     Pilek Pada Ayam

Penyakit pilek yang menyerang pada ayam masuk ke dalam kategori penyakit yang berbahaya dikarenakan penyakit ini dapat menular dengan sangat cepat dan dapat menyerang ke semua jenis ayam. Ayam yang menderita penyakit pilek pergerakannya berubah menjadi pasif. Gejala lain yang muncul pada ayam yang terserang pilek adalah nafsu makannya menghilang, kepalanya bergoyang – goyang dan sering bersin – bersin. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut – larut, kondisi ayam akan semakin parah. Dari lubang hidung dan kedua matanya akan keluar semacam cairan yang pada akhirnya nanti dapat membuat hidung ayam tersumbat sehingga membuat ayam menjadi susah bernafas. Penyakit ayam ini disebabkan oleh bakteri haemophilus galloinarum dan dapat menyebar melalui makanan, minuman dan udara. Untuk mengatasi penyebaran penyakit pilek ini, peternak ayam harus segera memindahkan ayam yang sedang sakit ke kandang khusus untuk dikarantina.

LANGKAH PENGOBATAN

Beberapa obat yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit pilek pada ayam adalah neofet, kapsul anti snot dan bubuk coryuit. Dosis pemakaian obat dan cara pemberian obat harus disesuaikan dengan petunjuk yang ada dikemasan obat. Selain itu, penyakit ini juga dapat disembuhkan dengan cara menyuntikkan cairan streptomycim berdosis 0,2 cc / suntikkan / hari. Proses penyuntikkan berlangsung selama 5 hari dengan bagian tubuh ayam yang disuntik adalah leher bagian belakang. Beberapa jenis obat yang biasa dikonsumsi oleh manusia ditengarai juga dapat digunakan untuk mengobati ayam yang sedang terserang penyakit pilek. Mereka adalah refagan dan bodrex. Caranya adalah : satu tablet obat dilarutkan ke dalam 1 sendok air teh dan kemudian diminumkan kepada ayam.

LANGKAH PENCEGAHAN

Pemberian antibiotik (streptomycin dan sulfanilamida) secara berkala dapat membantu mencegah ayam tidak mudah terserang pilek. Vaksinasi (corryta naccin dan vaksin snot) juga harus dilakukan ketika ayam masih berumur 2 minggu, 1 bulan, 3 bulan dan menjelang usia dewasa.

  1. Hama
    1. Tungau (kutuan)
Gejala: ayam gelisah, sering mematuk-matuk dan mengibas-ngibaskan bulu karena gatal, nafsu makan turun, pucat dan kurus.
Pengendalian: (1) sanitasi lingkungan kandang ayam yang baik; pisahkan ayam yang sakit dengan yang sehat; (2) dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan dengan menggunakan karbonat sevin dengan konsentrasi 0,15% yang encerkan dengan air kemudian semprotkan ketubuh pasien. Dengan fumigasi atau pengasepan menggunakan insektisida yang mudah menguap seperti Nocotine sulfat atau Black leaf 40.
2.6. Mortalitas
Mortalitas merupakan angka kematian dalam pemeliharaan ternak. Ada banyak hal yang berpengaruh terhadap mortalitas dalam pemeliharaan unggas. Misalnya, adalah karena penyakit, kekurangan pakan, kekurangan minum, temperatur, sanitasi, dan lain sebagainya. Penyakit didefinisikan sebagai segala penyimpangan gejala dari keadaan kesehatan yang normal. Tingkat kematian yang disebabkan oleh penyakit tergantung dari jenis penyakit yang menyerang unggas. Dalam pemeliharaan petelur yang berhasil, tingkat kematian 10 sampai 12% dianggap normal dalam satu tahun produksi. Dalam kelompok pedaging, kematian maksimum per tahun normalnya adalah sekitar 4%. Setiap kematian yang melebihi angka tersebut harus dianggap sebagai kondisi yang serius yang harus mendapat perhatian segera dari peternak yang bersangkutan (Blakely and Bade, 1991).
Menurut Sidadolog (2001) ayam dewasa dan merpati mampu bertahan hidup tanpa makan selama 2 sampai 3 minggu. Kehilangan berat akibat kekurangan pakan (kelaparan) pada merpati antara 38 sampai 42% dari berat badan semula, sedangkan pada ayam setelah berpuasa selama 11 hari dan bebas minum, kehilangan berat 25% dari berat semula. Pemberian pakan yang terkontrol dan teratur dapat menurunkan mortalitas ayam dan daya hidup bertambah.
Kecukupan air minum pada ayam sangat penting diperhatikan. Ayam lebih baik mengalami kelaparan daripada kehausan dan kehilangan air. Ayam akan mati apabila kehilangan air 5 sampai 15% berat hidup. Kematian terjadi pada ayam akibat kekurangan air dinyatakan sebagai berikut, ayam berumur 8 minggu selama 72 jam, merpati dewasa selama 12 sampai 13 hari, ayam petelur selama 8 sampai 13 hari dan ayam dewasa yang tidak bertelur sampai 32 hari. Pada periode starter, ayam broiler yang dipelihara pada temperatur rendah (5 0C) terjadi kematian pada 4 minggu pertama sekitar 18%, karena secara nyata temperature tubuh terlalu rendah di bawah soll wert (Sidadolog, 2001).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menekan angka kematian adalah mengontrol kesehatan ayam, mengontrol kebersihan tempat pakan dan minum serta kandang, melakukan vaksinasi secara teratur, memisahkan ayam yang terkena penyakit dengan ayam yang sehat, dan memberikan pakan dan minum pada waktunya (Siregar et al., 1980).

2.7 Analisis Hubungan
Usaha perunggasan pada saat sekarang dan masa mendatang memiliki prospek yang cukup baik. Hal ini karena produk unggas memiliki kemampuan produksi yang cepat dan masal, produk daging dan telur disukai semua lapisan masyarakat dan didukung oleh industri penunjang secara paripurna diantaranya industry pembibitan, pabrik pakan, obat- obatan dan peralatan.
Untuk mendirikan suatu peternakan diperlukan adanya modal yang menurut Kadarson (1992) merupakan salah satu faktor produksi yang disediakan, diolah dan dikontrol di dalam suatu perusahaan agrobisnis maupun usaha tani yang masih sederhana.
Berdasarkan arah pemakainnya, modal terbagi menjadi modal investasi dan modal operasional (Kadarson, 1992). Modal operasional atau modal kerja disebut juga modal lancar yang dipakai untuk membiayai semua pengeluaran yang menyebabkan perusahaan aktif, misalnya untuk membeli bahan-bahan produksi, perlengkapan-perlengkapan, upah pengawas borongan dan pengeluaran-pengeluaran konsumtif pada masa operasional (Kadarson, 1992).
Menurut Rasyaf (1994) biaya ransum merupakan biaya terbesar dari seluruh komponen biaya produksi unggas umumnya dan ayam broiler khususnya. Biaya ini tergantung pada harga ransum dan konsumsi ransum secara kuantitatif dan kualitatif ditentukan secara teknis dan sudah ada standarnya, maka yang pertama harus dilihat dari sudut harga ransum itu sendiri.
Tujuan setiap perusahaan adalah meraih keuntungan semaksimal mungkin dan mempertahankan kelestarian perusahaan (Kadarson, 1992). Oleh karena output yang digunakan, maka perusahaan akan berusaha mencapai suatu tingkat produksi yang dapat memberikan laba maksimal, yaitu suatu kondisi dimana marginal costnya adalah sama dengan marginal revenue (Prawirokusumo, 1981).
2.8. P anen
      1. Hasil Utama
    Untuk usaha ternak ayam pedaging, hasil utamanya adalah berupa daging ayam
2. Hasil Tambahan
    Usaha ternak ayam broiler (pedaging) adalah berupa tinja atau kotoran kandang dan bulu ayam.
2.9. Pasca Panen
1.  Stoving
Penampungan ayam sebelum dilakukan pemotongan, biasanya ditempatkan di kandang penampungan (Houlding Ground)
2. Pemotongan
Pemotongan ayam dilakukan dilehernya, prinsipnya agar darah keluar keseluruhan atau sekitar 2/3 leher terpotong dan ditunggu 1-2 menit. Hal ini agar kualitas daging bagus, tidak mudah tercemar dan mudah busuk.
3. Pengulitan atau Pencabutan Bulu
Caranya ayam yang telah dipotong itu dicelupkan ke dalam air panas (51,7- 54,4 0C). Lama pencelupan ayam broiler adalah 30 detik. Bulu-bulu yang halus dicabut dengan membubuhkan lilin cair atau dibakar dengan nyala api biru.
4. Pengeluaran Jeroan
Bagian bawah dubut dipotong sedikit, seluruh isi perut (hati, usus dan ampela) dikeluarkan. Isi perut ini dapat dijual atau diikut sertakan pada daging siap dimasak dalam kemasan terpisah.
5. Pemotongan Karkas
Kaki dan leher ayam dipotong. Tunggir juga dipotong bila tidak disukai. Setelah semua jeroan sudah dikeluarkan dan karkas telah dicuci bersih, kaki ayam/paha ditekukan dibawah dubur. Kemudian ayam didinginkan dan dikemas.
Bookmark and Share

chat 1


ShoutMix chat widget